Monday, February 27, 2012

Dispepsia "Pencernaan Yang Buruk ?""

DISPEPSIA “pencernaan yang jelek”

Dispepsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti "pencernaan yang jelek". Per definisi dikatakan bahwa dispepsia adalah ketidaknyamanan bahkan hingga nyeri pada saluran pencernaan terutama bagian atas. Semua orang dalam hidupnya pasti pernah mengalami dispepsia. Tidak ada perbedaan jenis kelamin, laki-laki maupun perempuan dapat mengalami hal ini. Satu diantara 4 orang pasti mengalami hal ini.



Dispepsia merupakan suatu sindroma (kumpulan gejala) yang mencerminkan gangguan saluran cerna. Kumpulan gejala tersebut adalah rasa tidak nyaman, mual, muntah, nyeri ulu hati, bloating (lambung merasa penuh/sebah), kembung, sendawa, cepat kenyang, perut keroncongan (borborgygmi) hingga kentut-kentut. Gejala itu bisa akut, berulang, dan bisa juga menjadi kronis. Disebut kronis jika gejala itu berlangsung lebih dari satu bulan terus-menerus.

Penyebab dispepsia bervariasi dari psikis sampai kelainan serius seperti kanker lambung. Ada dua tipe dispepsia yakni organik dan fungsional.

Dispepsia fungsional adalah dispepsia yang terjadi tanpa adanya kelainan organ lambung, baik dari pemeriksaan klinis, biokimiawi hingga pemeriksaan penunjang lainnya, seperti USG, Endoskopi, Rontgen hingga CT Scan.

Dispepsia organik adalah dispepsia yang disebabkan adanya kelainan struktur organ percernaan(perlukaan, kanker)

Dispepsia fungsional berhubungan dengan ketidaknormalan pergerakan (motilitas) dari saluran pencernaan bagian atas (kerongkongan, lambung dan usus halus bagian atas). Selain itu, bisa juga dispepsia jenis itu terjadi akibat gangguan irama listrik dari lambung. Sebab lain bisa juga karena infeksi bakteri lambung Helicobacter pylori.

Beberapa kebiasaan yang bisa menyebabkan dispepsia adalah menelan terlalu banyak udara, misalnya, mereka yang mempunyai kebiasaan mengunyah secara salah (dengan mulut terbuka atau sambil berbicara). Atau mereka yang senang menelan makanan tanpa dikunyah (biasanya konsistensi makanannya cair). Keadaan itu bisa membuat lambung merasa penuh atau bersendawa terus. Kebiasaan lain yang bisa menyebabkan dispesia adalah merokok, konsumsi kafein (kopi), alkohol, atau minuman yang sudah dikarbonasi (softdrink), atau makanan yang menghasilkan gas ( tape, nangka, durian). Begitu juga dengan jenis obat-obatan tertentu, seperti suplemen besi/kalium, anti-nyeri tertentu, antibiotika tertentu, dan anti-radang. Obat-obatan itu sering dihubungkan dengan keadaan dispepsia.

Yang paling sering dilupakan orang adalah faktor stres/tekanan psikologis yang berlebihan. Pada pasien diabetes pun dapat mengalami dispepsia karena gerakan lambungnya mengalami gangguan akibat kerusakan saraf.

Diagnosis Banding

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)/Penyakit refluks asam lambung dapat menjadi salah satu kemungkinan dari kumpulan gejala tersebut. Umumnya, penderita penyakit ini sering melaporkan nyeri perut bagian ulu hati. Kemungkinan lain, irritable bowel syndrome (IBS) yang ditandai dengan nyeri perut yang berulang, yang berhubungan dengan buang air besar yang tidak teratur dan perut kembung.

Kurang lebih sepertiga pasien dispepsia fungsional memperlihatkan gejala yang sama dengan IBS. Sehingga dokter harus selalu menanyakan pola BAB kepada pasien untuk mengetahui apakah pasien menderita dispepsia fungsional atau IBS. Pankreatitis kronik juga dapat dipikirkan. Gejalanya berupa nyeri perut atas yang hebat dan konstan. Biasanya menyebar ke belakang.

Mencari tahu sebab dari dispepsia tidaklah mudah. Dalam dunia kedokteran, diagnosis harus ditegakkan dulu sebelum memberi pengobatan. Dalam hal itu pengobatan dispepsia boleh dibilang relatif sukar karena untuk mengetahui dengan pasti penyebab penyakit itu relatif tidak gampang.



Dokter harus dengan teliti membedakan antara dispepsia fungsional dan dispepsia organik. Beberapa hal yang bisa dijadikan petunjuk oleh para dokter, yaitu sebagai berikut.
Nyeri ulu hati yang terjadi pada malam hari dan berkurang dengan pemberian antasid, cenderung dihubungkan dengan luka pada lambung (peptic ulcer).
Pada dispepsia fungsional, tidak terjadi komplikasi dari perdarahan seperti kurang darah, penurunan berat badan atau muntah-muntah.
Nyeri atau ketidaknyamanan akibat IBS dapat terjadi pada ulu hati. Untuk membedakannya dengan dispepsia adalah dengan memperhatikan pola buang air besar.
Dengan pemeriksaan fisik saja, sangat sukar membedakan dispepsia fungsional dan organik





Intervensi dini terhadap dispepsia adalah dengan mengkonsumsi obat yang bisa menetralkan atau menghambat produksi yang berlebih asam lambung. Bisa juga diberikan obat yang memperbaiki pergerakan lambung. Apabila setelah dua minggu obat yang diberikan tidak bermanfaat, biasanya dokter akan memeriksa dengan peralatan khusus (endoskopi).

Hindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung, menghindari faktor risiko seperti alkohol, makanan yang pedas, obat-obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan stress serta mengatur pola makan.


Pemeriksaan Endoskopi bisa dilakukan jika sebagai berikut:
Masih mengalami nyeri pada lambung meskipun telah minum obat selama delapan minggu.
Nyeri berkurang atau hilang sesaat untuk kemudian muncul kembali.





REFERENSI

Manjoer, A, et al, 2000, Kapita selekta kedokteran, edisi 3, Jakarta, Medika aeusculapeus
Suryono Slamet, et al, 2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 2, edisi , Jakarta, FKUI

No comments:

Post a Comment